Kepolisian sudah berhasil membengkuk orang-orang yang terlibat dalam
sindikat penjualan senjata Ilegal. Ada kepuasan tersendiri di mata ACP
Pratap (Randeep Hooda) dengan semua ini.
Dendam dan rasa sakitnya terhadap kematian sang istri akibat di tembak oleh seorang pembajak yang memiliki senjata tanpa ijin mulai bisa terobati. Ya, hal ini lah yang menyebabkan ACP Pratap begitu membenci bisnis perdagangan senjata ilegal. Hal yang membuatnya depresi berat karena menyebabkan istrinya kehilangan nyawa.
Aku, si Sonu Dili (Emraan Hashmi) yang nakal ikut merasa bangga, karena ada saatnya aku berpihak pada jalan yang benar, dan itu telah aku lakukan.
Mangal Singh dan beberapa rekannya mulai mencurigaiku saat aku selalu bicara dengan seseorang lewat telpon. Namun kukatakan bahwa istriku Jhanvi (Esha gupta) lah yang menelponku. Kecurigaan seorang ayah ternyata bisa luluh juga mendengar nama anaknya.
Suasana semakin tidak kondusif. Aku seakan masuk ke dalam lumpur hidup yang siap menelan tubuhku kedalamnya. Hal ini terjadi saat ku tahu ternyata ada pihak dari kepolisian juga yang menjadi mata-mata Mangal singh.
Kepiawaian ACP Pratap yang kini sudah menjadi sahabat baruku berhasil membengkuk anggota kepolisian yang menjadi mata-mata Mangal Singh.
Namun sayang, ada seseorang yang telah membunuh informan Mangal Singh di kepolisian. Bahkan, kabar tentang adanya mata-mata dari kepolisian yang merupakan salah satu orang kepercayaan Mangal Singh pun telah merebak. Mangal Singh tidak tinggal diam, dia melakukan agresi untuk mengetahui siapa mata-mata polisi yang merupakan orang kepercayaannya. Sejumlah daftar orang-orang yang dicurigai pun dikumpulkan, termasuk aku.
Namun Mangal dan beberapa orang lainnya memiliki curiga yang sangat besar pada teman, ya.. temanku yang selalu menemani hari-hariku sebelum aku menikahi Jhanvi.
Temanku di sergap, lalu di taruh di tengah-tengah kumpulan para mafia senjata. Dia diminta mengatakan siapa informan kepolisian yang mengkhianatinya. Temanku bergetar.. aku tidak tega melihatnya.. Aku berharap mulutnya mengucapkan aku.. Sonu Dili.. ya Sonu lah informan dari kepolisian itu.. Katakan teman.. katakan aku.. pelakunya.. agar hidupmu aman..
Temanku terus disudutkan dengan berbagai macam pertanyaan dari Mangal Singh. Ku lihat matanya menatapku, sorot mata persahabatan masih terlihat di matanya, keringat mengucur di wajahnya. Dan akhirnya dia pun bicara "Aku lah informan polisi yang mengkhianatimu", Teman kembali menolongku. Dia mengatakan dia lah pengkhianat itu, kontan aku berteriak, "Bohoong.. dia tidak mungkin melakukannya, aku.. aku.. informan yang kau cari-cari Mangal" Teriakku.
Temanku berbicara dengan santai, "Tak usah membela untuk keselamatanku Sonu, aku yang telah menjadi informan polisi. Dan aku siap menerima hukumannya".
Aku tetap berteriak, "Tidaaak.. Dia berbohong".
Tiba tiba... "DOR!!!", Sebuah peluru yang berasal dari pistol Mangal menembus kepala temanku. Darah mengucur dari kepalanya, dia jatuh terhempas, nafasnya hilang perlahan-lahan.
Aku merasakan kesepian.. temanku pergi meninggalkanku untuk selamanya.. Dia yang seumur hidupnya selalu ada untukku. Bahkan memberikan nyawanya demi keselamatanku.
Aku harus segera mengakhiri sepak terjang Mangal Singh. Kali ini aku benar-benar bekerja keras untuk ACP Pratap agar semuanya cepat berakhir, agar tidak banyak lagi korban akibat kegiatan haram ini.
Hari itu, aku menghabiskan banyak waktu bersama Jhanvi. Hari yang begitu indah. Aku begitu lama memeluknya, Aku seolah menginginkan waktu berhenti saat ini, karena aku merasakan ketenangan bersama istriku. Entahlah, aku seolah tidak ingin mengakhiri momen ini. Aku seakan merasa bahwa mungkin besok aku tidak dapat mengulangi kemesraan bersama Jhanvi seperti ini lagi.
Hari Penghakiman pun segera dimulai. Hari ini Mangal Singh akan melakukan penjualan senajata ilegal secara besar-besaran. Dan aku sudah mengatur strategi dengan pihak kepolisian. Hari ini sepak terjang Mangal akan berakhir.
Sebelum semuanya berakhir, Mangal sudah mengetahui terlebih dahulu tentang aku. Untung saja di waktu bersamaan ACP Pratap dan pasukannya datang. Perang besar-besaran pun terjadi di gudang rahasia ini. Hanya satu yang ada dalam pikiranku, memburu Mangal kemanapaun dia lari. Aku berhasil mengendus Mangal dan menyerahkannya kepada Komandan Kepolisian. Aku tersenyum bangga, akhirnya kejahatan biasa dilenyapkan hari ini.
Aku berjalan menyusuri lorong-lorong gua meninggalkan Mangal yang telah di borgol oleh Komandan Polisi. Namun tiba-tiba... Sesuatu menembus perutku, sakit sekali... aku menoleh ke belakang, Komandan polisi dan Mangal tersenyum sinis padaku. Ya Tuhan, Komandan polisi itu ternyata bagian dari konspirasi Mangal Singh, Komandan polisi yang seharusnya menjadi pelindung bangsa ternyata pengkhianat bangsa. ACP Pratap berlari ke arahku, dia melihat bagaimana pemimpinnya telah bekerjasama dengan Mangal Singh.
Sebelum Komandan menembak ACP Pratap, Pratap terlebih dahulu menembakkan banyak peluru pada Komandan dan Mangal. Aku tersenyum, karena akhirnya kebenaran dapat menang.
Tak ingin membuang waktu, ACP Pratap langsung melarikan aku ke rumah sakit. Dokter dengan berbagai cara berusaha menyelamatkanku, tapi darah terus mengucur dari tubuhku. Mereka pun menyerah.
Aku terbaring tak berdaya di sebuah tempat tidur yangb terasa hangat, ACP Pratap menatapku lemas, kulihat ada tetes air mata di kedua matanya.
Aku tau umurku tidak lama lagi, aku tahu malaikat pencabut nyawa sedang mendekatiku, semakin dekat.. makin mendekat...
Aku meminta kepada ACP Pratap agar merahasiakan status diriku sebagai informan polisi kepada istriku. Aku meminta padanya agar ia mengatakan pada Jhanvi bahwa aku adalah buronan mafia kelas kakap yang sedang diincar polisi, semua itu aku lakukan agar Jhanvi tidak menangisiku, agar Jhanvi tidak mengingatku, biarlah Jhanvi membenciku hingga ia melupakanku dan mendapat kehidupan baru dengan laki-laki lain yang lebih baik dariku. Awalnya ACP Pratap tidak mau berbohong seperti itu pada Jhanvi, Namun saat ku katakan bahwa itu adalah permohonan terakhirku, akhirnya dia mau.
Aku tersenyum pada Pratap, dan masih ku ingat dia mengatakan "Kau memang Sonu Dili yang nakal".
Setelah itu aku tidak dapat merasakan apapun, seluruh badanku terasa dingin, pandanganku menjadi gelap, badanku terasa ringan, yang ada dalam pikiranku hanyalah wajah orang yang paling kucintai, Jhanvi. perlahan-lahan wajah orang yang paling kucintai itu lenyap, aku menangis.. aku tidak akan pernah bisa melihatnya lagi.. kemudian semuanya semakin ringan.. lalu nafasku terhenti. Tuhan seperti sedang menerbangkan aku ke alam lain yang lebih indah dari kota Delhi.
Dendam dan rasa sakitnya terhadap kematian sang istri akibat di tembak oleh seorang pembajak yang memiliki senjata tanpa ijin mulai bisa terobati. Ya, hal ini lah yang menyebabkan ACP Pratap begitu membenci bisnis perdagangan senjata ilegal. Hal yang membuatnya depresi berat karena menyebabkan istrinya kehilangan nyawa.
Aku, si Sonu Dili (Emraan Hashmi) yang nakal ikut merasa bangga, karena ada saatnya aku berpihak pada jalan yang benar, dan itu telah aku lakukan.
Mangal Singh dan beberapa rekannya mulai mencurigaiku saat aku selalu bicara dengan seseorang lewat telpon. Namun kukatakan bahwa istriku Jhanvi (Esha gupta) lah yang menelponku. Kecurigaan seorang ayah ternyata bisa luluh juga mendengar nama anaknya.
Suasana semakin tidak kondusif. Aku seakan masuk ke dalam lumpur hidup yang siap menelan tubuhku kedalamnya. Hal ini terjadi saat ku tahu ternyata ada pihak dari kepolisian juga yang menjadi mata-mata Mangal singh.
Kepiawaian ACP Pratap yang kini sudah menjadi sahabat baruku berhasil membengkuk anggota kepolisian yang menjadi mata-mata Mangal Singh.
Namun sayang, ada seseorang yang telah membunuh informan Mangal Singh di kepolisian. Bahkan, kabar tentang adanya mata-mata dari kepolisian yang merupakan salah satu orang kepercayaan Mangal Singh pun telah merebak. Mangal Singh tidak tinggal diam, dia melakukan agresi untuk mengetahui siapa mata-mata polisi yang merupakan orang kepercayaannya. Sejumlah daftar orang-orang yang dicurigai pun dikumpulkan, termasuk aku.
Namun Mangal dan beberapa orang lainnya memiliki curiga yang sangat besar pada teman, ya.. temanku yang selalu menemani hari-hariku sebelum aku menikahi Jhanvi.
Temanku di sergap, lalu di taruh di tengah-tengah kumpulan para mafia senjata. Dia diminta mengatakan siapa informan kepolisian yang mengkhianatinya. Temanku bergetar.. aku tidak tega melihatnya.. Aku berharap mulutnya mengucapkan aku.. Sonu Dili.. ya Sonu lah informan dari kepolisian itu.. Katakan teman.. katakan aku.. pelakunya.. agar hidupmu aman..
Temanku terus disudutkan dengan berbagai macam pertanyaan dari Mangal Singh. Ku lihat matanya menatapku, sorot mata persahabatan masih terlihat di matanya, keringat mengucur di wajahnya. Dan akhirnya dia pun bicara "Aku lah informan polisi yang mengkhianatimu", Teman kembali menolongku. Dia mengatakan dia lah pengkhianat itu, kontan aku berteriak, "Bohoong.. dia tidak mungkin melakukannya, aku.. aku.. informan yang kau cari-cari Mangal" Teriakku.
Temanku berbicara dengan santai, "Tak usah membela untuk keselamatanku Sonu, aku yang telah menjadi informan polisi. Dan aku siap menerima hukumannya".
Aku tetap berteriak, "Tidaaak.. Dia berbohong".
Tiba tiba... "DOR!!!", Sebuah peluru yang berasal dari pistol Mangal menembus kepala temanku. Darah mengucur dari kepalanya, dia jatuh terhempas, nafasnya hilang perlahan-lahan.
Aku merasakan kesepian.. temanku pergi meninggalkanku untuk selamanya.. Dia yang seumur hidupnya selalu ada untukku. Bahkan memberikan nyawanya demi keselamatanku.
Aku harus segera mengakhiri sepak terjang Mangal Singh. Kali ini aku benar-benar bekerja keras untuk ACP Pratap agar semuanya cepat berakhir, agar tidak banyak lagi korban akibat kegiatan haram ini.
Hari itu, aku menghabiskan banyak waktu bersama Jhanvi. Hari yang begitu indah. Aku begitu lama memeluknya, Aku seolah menginginkan waktu berhenti saat ini, karena aku merasakan ketenangan bersama istriku. Entahlah, aku seolah tidak ingin mengakhiri momen ini. Aku seakan merasa bahwa mungkin besok aku tidak dapat mengulangi kemesraan bersama Jhanvi seperti ini lagi.
Hari Penghakiman pun segera dimulai. Hari ini Mangal Singh akan melakukan penjualan senajata ilegal secara besar-besaran. Dan aku sudah mengatur strategi dengan pihak kepolisian. Hari ini sepak terjang Mangal akan berakhir.
Sebelum semuanya berakhir, Mangal sudah mengetahui terlebih dahulu tentang aku. Untung saja di waktu bersamaan ACP Pratap dan pasukannya datang. Perang besar-besaran pun terjadi di gudang rahasia ini. Hanya satu yang ada dalam pikiranku, memburu Mangal kemanapaun dia lari. Aku berhasil mengendus Mangal dan menyerahkannya kepada Komandan Kepolisian. Aku tersenyum bangga, akhirnya kejahatan biasa dilenyapkan hari ini.
Aku berjalan menyusuri lorong-lorong gua meninggalkan Mangal yang telah di borgol oleh Komandan Polisi. Namun tiba-tiba... Sesuatu menembus perutku, sakit sekali... aku menoleh ke belakang, Komandan polisi dan Mangal tersenyum sinis padaku. Ya Tuhan, Komandan polisi itu ternyata bagian dari konspirasi Mangal Singh, Komandan polisi yang seharusnya menjadi pelindung bangsa ternyata pengkhianat bangsa. ACP Pratap berlari ke arahku, dia melihat bagaimana pemimpinnya telah bekerjasama dengan Mangal Singh.
Sebelum Komandan menembak ACP Pratap, Pratap terlebih dahulu menembakkan banyak peluru pada Komandan dan Mangal. Aku tersenyum, karena akhirnya kebenaran dapat menang.
Tak ingin membuang waktu, ACP Pratap langsung melarikan aku ke rumah sakit. Dokter dengan berbagai cara berusaha menyelamatkanku, tapi darah terus mengucur dari tubuhku. Mereka pun menyerah.
Aku terbaring tak berdaya di sebuah tempat tidur yangb terasa hangat, ACP Pratap menatapku lemas, kulihat ada tetes air mata di kedua matanya.
Aku tau umurku tidak lama lagi, aku tahu malaikat pencabut nyawa sedang mendekatiku, semakin dekat.. makin mendekat...
Aku meminta kepada ACP Pratap agar merahasiakan status diriku sebagai informan polisi kepada istriku. Aku meminta padanya agar ia mengatakan pada Jhanvi bahwa aku adalah buronan mafia kelas kakap yang sedang diincar polisi, semua itu aku lakukan agar Jhanvi tidak menangisiku, agar Jhanvi tidak mengingatku, biarlah Jhanvi membenciku hingga ia melupakanku dan mendapat kehidupan baru dengan laki-laki lain yang lebih baik dariku. Awalnya ACP Pratap tidak mau berbohong seperti itu pada Jhanvi, Namun saat ku katakan bahwa itu adalah permohonan terakhirku, akhirnya dia mau.
Aku tersenyum pada Pratap, dan masih ku ingat dia mengatakan "Kau memang Sonu Dili yang nakal".
Setelah itu aku tidak dapat merasakan apapun, seluruh badanku terasa dingin, pandanganku menjadi gelap, badanku terasa ringan, yang ada dalam pikiranku hanyalah wajah orang yang paling kucintai, Jhanvi. perlahan-lahan wajah orang yang paling kucintai itu lenyap, aku menangis.. aku tidak akan pernah bisa melihatnya lagi.. kemudian semuanya semakin ringan.. lalu nafasku terhenti. Tuhan seperti sedang menerbangkan aku ke alam lain yang lebih indah dari kota Delhi.